PENYULIT DALAM PERSALINAN

2.1  Ketuban Pecah Dini
2.1.1        Pengertian
1)       Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses persalinan (Marsha Khumaira, 2012)
2)      Ketuban yang dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2009)
3)      Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan (Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I, 2001)
4)      Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air-air ari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu (Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2010)
5)      Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.

Jadi, secara umum ketuban pecah dini yaitu keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina yang terjadi sebelum proses persalinan atau setelah kehamilan berusia > 22 minggu - < 37 minggu. 

2.1.2        Etiologi
Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas, maka usaha preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.
Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insiden KPD anttara lain:
1)      Fisiologi selaput amnion/ ketuban yang abnormal.
2)      Inkompetensi serviks
3)      Infeksi vagina/ serviks
4)      Kehamilan ganda
5)      Polihidramnion
6)      Trauma
7)      Distensi uteri
8)      Stress maternal
9)      Stress fetal
10)  Infeksi
11)  Serviks yang pendek
12)  Prosedur medis

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2009).

2.1.3        Manifestasi Klinik
1)      Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak
2)      Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
3)      Janin mudah diraba
4)      Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
5)      Inspekulo; tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering.

2.1.4        Prognosis /komplikasi
Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah:
1)      Prognosis Ibu
a)      Infeksi intrapartal/dalam persalinan
Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas.
b)      Infeksi puerperalis/masa nifas.
c)      Dry labour/ partus lama
d)     Perdarahan post partum
e)      Meningkatkan tindakan operatif obstetric (khusunya SC)
f)       Morbiditas dan mortalitas maternal.

2)      Prognosis Janin
a)      Prematuritas
b)      Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat
c)      Hipoksia dan asfiksia sekunder
d)     Sindrom deformitas janin

2.1.5        Penanganan Khusus
Konfirmasi diagnosis
1)      Bau cairan ketuban yang khas
2)      Jika keluarnya cairan ketuban sedikit-sedikit, tamping cairan yang keluar dan nilai 1 jam kemudian
3)      Dengan speculum DTT, lakukan pemeriksaan inspekulo. Nilai apakah cairan keluar melalui ostium uteri atau terkumpul di forniks posterior.
4)      Jika mungkin lakukan:
-          Tes lakmus (tes nitrazin). Jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya cairan ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghambat tes yang positif palsu. Normal pH cairan vagina 4,5 – 5,5 dan normal pH cairan amnion 7,0 – 7,5
-          Tes pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis.

2.1.6        Penanganan
1)      Konservatif
a)      Rawat di rumah sakit
b)      Berikan antibiotic (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tak tahan ampisilin) dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari.
c)      Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d)     Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes basa negative: beri dexamentason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e)      Jika umur kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), dexamentason, dan induksi sesudah 24 jam.
f)       Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi.
g)      Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterine)
h)      Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin, dan kaau memungkinkan periksa kada lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, dexametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

2)      Aktif
a)      Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b)      Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotic dosis tinggi, dan persalinan diakhiri:
-          Bila skor pelvic <5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
-          Bila skor pelvic >5, induksi persalinan, partus pervaginam.

2.2  Amnionitis
2.2.1        Definisi
Amnionitis adalah  keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina yang terjadi sebelum proses persalinan atau setelah kehamilan berusia > 22 minggu - < 37 minggu yang disertai infeksi.


2.2.2        Gejala dan tanda
Gejala dan tanda yang terjadi yaitu:
1)      Cairan vagina berbau
2)      Demam/menggigil
3)      Nyeri perut

2.2.3        Penanganan
1)      Berikan antibiotic kombinasi sampai persalinan:
-          Ampisiln 2 g IV setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
-          Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotic pascapersalinan
-          Jika persalinan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotic dan berikan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.
2)      Nilai serviks:
-          Jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
-          Jika serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin dan infuse oksitosin atau lakukan seksio sesarea.
3)      Jika terdapat metritis (demam, cairan vagina berbau), berikan antibiotika.
4)      Jika terdapat sepsis pada bayi baru lahir, lakukan pemeriksaan kultur dan berikan antibiotika.

2.3  Emboli air ketuban
2.3.1        Definisi
Merupakan salah satu penyebab syok dalam kebidanan yang bukan disebabkan karena perdarahan, penyebabnya adalah masuknya air ketuban melalui vena endoserviks atau sinus vena yang terbuka didaerah tempat perlekatan plasenta, masuknya air ketuban yang mengandung lanugo, verniks kaseosa dan mekonium ke dalam peredaran darah ibu akan menyumbat pembuluh-pembuluh kapiler dalam paru-paru ibu, selain itu zat-zat asing dari janin tersebut juga menimbulkan reaksi anafilaksis yang keras dan gangguan pembekuan darah.

2.3.2        Faktor Penyebab
Adanya his yang kuat dan terus menerus, misalnya pada pemberian uterotonika yang berlebihan dimana ketuban sudah pecah biasanya pada akhir kala I atau segera setelah anak lahir.

2.3.3        Gejala Yang Ditimbulkan
Pertama-tama penderita tampak gelisah, mual, muntah dan disertai takikardi dan takipnea. Selanjutnya timbul dispnea dan sianosis, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun disertai nistagmus dan kadang-kadang timbul kejang tonik klonik. Bila ada penyumbatan kapiler paru-paru akan menyebabkan edema paru yang luas dan akhhirnya mengakibatkan kegagalan dan payah jantung kanan. Komplikasi lain: terjadinya gangguan pembekuan darah.

2.3.4        Penanganan
Perawatan pertama ditujukan untuk mengatasi edema paru-paru dengan pemberian zat asam dengan tekanan postif; Digitalis dapat diberikan bila ada indikasi payah jantung; dapat juga diberikan Morphin 0.01-0.02 subcutan atau atropis 0.001-0.003 IV, perlahan-lahan dan papaverin 0.004 IV perlahan-lahan, pasang torniket pada lengan dan tungkai untuk meringankan sisi kanan jantung, kembangkan antara tekanan sistolik dan diastolic, kalau perlu pasang vena sekti, tidak boleh diberikan vasopresor.


2.4  Persalinan lama
Masalah
a.       Fase laten lebih dari 8 jam
b.      Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi (persalinan lama)
c.       Dilatasi serviks di kanan waspada pada partograf



Penanganan umum
a.       Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda vital dan tingkat hidrasinya).
b.      Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan.
-          Nilai frekuensi dan lamanya his
c.       Perbaiki keadaan umum dengan:
-          Dukungan emosi., perubahan posisi (sesuai dengan penanganan persalinan normal)
-          Periksa keton dalam urin dan berikan cairan, baik oral maupun parenteral, dan upayakan buang air kecil (katerterisasi kalau hanya perlu)
d.      Berikan analgesia: tramadol atau petidin 25 mg IM (maksimum 1 mg/kgBB) atau morfin 10 mg IM. Jika pasien merakan nyeri yang sangat.

Diagnosis
Fator-faktor yang meneybabkan persalinan lama:
a.       His tidak efisien/adekuat
b.      Faktor janin (malpresentasi, malposisi, janin besar)
c.       Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor

Diagnosis persalinan lama
Tanda dan gejala
Diagnosis
Serviks tidak membuka
Tidak didaptkan his/his tidak teratur
Belum inpartu
Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm sesudah 8 jam in partu dengan his yang teratur.
Fase laten memanjang
Pembukaan serviks melewati kanan garis waspada partograf.
-          Frekuensi his kurang dari 3x10”x40’
-          Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin yang dipresentasi tidak maju, sedangkan his baik.
-          Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin yang dipresentasi tidak maju dengan kaput, terdapat moulase hebat, edema serviks, tanda rupture uteri imminens, gawat janin.
-          Kelainan presentasi (selain verniks dengan oksiput anterior)
Fase aktif memnjang

-          Inersia uteri
-          Disporposi sefalopelvik


-          Obstruksi kepala



-          Malpresentasi dan malposisi

Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan, tetapi tidak ada kemajuan penurunan.
Kala II memanjang

Penanganan khusus
a.       Persalinan palsu/belum inpartu (False Labor)
Bila his belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang. Periksa adanya infeksi saluran kencing, ketuban pecah dan bila didapatkan adanya infeksi obati secara adekuat. Bila tidak pasien boleh rawat jalan.

b.      Fase laten memanjang (prolonged latent phase)
Diagnosis fase laten memanjang dibuat secara retrospektif. Jika his berhenti, pasien disebut belum in partu atau persalinan palsu. Jika his teratur dan pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm, pasien masuk dalam fase laten.
Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan, lakukan penilaian ulang terhadap serviks:
a)      Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum inpartu.
b)      Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks, lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.
-          Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam
-          Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan seksio sesaea.
c)      Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau):
-          Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin
-          Berika antibiotika kombinasi sampai persalinan
·         Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
·         Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
·         Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pascapersalinan;
·         Jika dilakukan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika ditambah metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas dmam selama 48 jam.

c.       Fase aktif memanjang (Prolonged active phase)
a)      Jika tidak ada tanda-tanda disporposi sefalopelvik atau obstruksi dan ketuban masih utuh, pecahkan ketuban.
b)      Nilai his:
-          Jika his tidak adekuat (kurang dari 3x10”x<40’) pertimbangkan adanya inersia uteri
-          Jika his adekuat (3x10”x>40’), pertimbangkan adanay disporposi, obstruksi, malposisi atau malpresentasi.
c)      Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat kemajuan persalinan. 

d.      Kala II memanjang (Prolonged expulsive phase)
Upaya mengedan ibu menambah risiko pada bayi karena mengurangi jumlah oksigen ke plasenta. Dianjurkan mengedan secara spontan (mengedan dan menahan nafas terlalu lama, tidak dianjurkan)
a)      Jika malpresentasi dan tanda-tanda obstruksi bisa disingkirkan, berikan infuse oksitosin
b)      Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala:
-          Jika kepala tidak lebih dari 1/5 diatas simpisis pubis, atau bagian tulang kepala di station (0), lakukan ekstraksi vakum atau cunam.
-          Jika kepala diantara 1/5 – 3/5 di atas simfisis pubis, atau bagian tulang kepala di atas station (0) – (-2), lakukan ekstraksi vakum.
-          Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simpisis pubis, atau bagian tulang kepala di atas station (-2), lakukan seksio sesarea.

e.       Induksi persalinan
a)      Penilaian serviks
Keberhasilan induksi persalinan bergantung pada skor pelvis.
·         Jika skor ≥6, biasanya induksi cukup dilakukan denga oksitosin. Jika ≤5 matangkan serviks lebih dahulu dengan prostaglandin atau kateter poley.
Penilaian serviks untuk induksi persalinan (skor Bishop)
Faktor
Skor
0
1
2
3
Bukaan (cm)
Tertutup
1-2
3-4
Lebih dari 5
Pajang serviks (cm)
>4
3-4
1-2
<1
Konsistensi
Kenyal
Rata-rata
Lunak
-
Posisi
Posterior
Tengah
Anterior
-
Turunnya kepala (cm dari spina isciadika)
-3
-2
-1
+1, +2
Turunnya kepala (dengan palpasi abdomen menurut system perlimaan)
4/5
3/5
2/5
1/5

b)      Oksitosin
-          Oksitosin digunakan secara hati-hati karena gawat janin dapat terjadi dari hiperstimulasi. Walaupun jarang, rupture uteri dapat pula terjadi, lebih-lebh pada multipara. Lakukan observasi ketat pada pasien yang mendapat oksitosin.
-          Dosis efektif oksitosin bervariasi. Infuse oksitosin dalam dekstrose atau garam fisiologik, dengan tetesan dinaikan secara gradual sampai hisa adekuat. Pertahankan tetesan sampai persalinan.
-          Pantau denyut nadi, tekanan darah, dan kontraksi ibu hamil, dan periksa denyut jantung janin (DJJ).
-          Kaji ulang indikasi.
-          Baringkan ibu hamil miring kiri,
-          Catat semua pengamatan pada partofraf tiap 30 menit. Kecepatan infuse oksitosin, frekuensi dan lamanya kontraksi, DJJ; dengar DJJ tiap 30 menit dan selalu langsung setelah kotraksi. Apabila DJJ kurang dari 200/menit, segera hentikan infuse.
-          Infuse oksitosin 2,5 unit dalam 500 cc dekstrose 9atau garam fisiologik) mulai dengan 10 tetes/menit.naikkan kecepatan ifus 10 tetes./menit tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat (3x10”x>40’) dan pertahankan sampai terjadi kelahiran.

Tabel Kecepatan infus oksitosin untuk induksi persalinan :  
Waktu sejak Induksi (jam)
Konsentrasi Oksilosin
Tetes Per Menit
Dosis (MLU/menit)
Volume Infus
Total Volume Infus
0,0
2,5 unit dalam 500 ml dektrose atau garam fisiologik (5 mIU/ml)
10
3
0
0
0,5
sama
20
5
15
15
1,0
sama
30
8
30
45
1,5
sama
40
10
45
90
2,0
sama
50
13
60
150
2,5
sama
60
15
75
225
3,0
5 unit dalam 500 ml dekstrose atau garam fisiologik (10 mIU/ml)
30
15
90
315
3,5
sama
40
20
45
350
4,0
sama
50
25
60
420
4,5
sama
60
30
75
495
5,0
10 unit dalam 500 ml dekstrose atau garam fisiologik (20 mIU/ml)
30
30
90
585
5,5
sama
40
40
45
630
6,0
sama
50
50
60
690
6,5
sama
60
60
75
765
7,0
sama
60
60
90
855

c)      Prostaglandin
Prostaglandin sangat efektif pemakaiannya untuk pematangan serviks salama induksi persalinan dengan :
1.  Memantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil dan periksa denyut jantung janin (DJJ) catat semua semua pada potrograf.
2. Kaji ulang indikasi.
3. Prostaglandin B2 (PGE2) bentuk pesarium 3 mg atau gel 2-3 mg ditempatkan pada forniks posterior vagina dan dapat diulangi 6 jam kemudian (jika his tidak timbul).
4. Menghentikan pemberian prostaglandin dan mulailah infus oksitosin, jika :
-          Ketuban pecah;
-          Pematangan serviks telah tercapai;
-          Proses persalinan telah berlangsung;
-          Pemakaian prostaglandin telah 24 jam.

d)     Misoprostol
Pemakain misoprostol diterapkan :
1.        Untuk pematangan serviks hanya untuk kasus-kasus tertentu misal :
-          Preklamsia berat/eklampsia dan serviks belum matang sedangkan seksio sesarea belum dapat seger adilakukan atau bayi terlalu prematur untuk bisa hidup.
-          Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum in pertu, dan terdapat tanda-tanda gangguan pembekuan darah.
2.        Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg di formiks posterior vagina dan jika his tidak timbul dapat diulangi setelah 6 jam.
3.        Jika tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberian 25 mcg, naikkan dosis menjadi 50 mcg tiap 6 jam.
4.        Jangan lebih dari 50 mcg setiap kali pakai dan jangan lebih dari 4 dosis atau 200 mcg.
5.        Misoprostol mempunyai risiko meningkatkan kejadian ruptura uteri.  Oleh karena itu, hanya dikerjakan di pelayanan kesehatan yang lengkap (ada fasilitas operasi).


e)      Kateter foley
Kateter foley merupakan algernatif lain disamping pemberian prostaglandin untuk mematangan serviks dan induksi persalinan dengan cara :
1. Kaji ulang indikasi.
2. Pasang sepekulum DTT di vagina.
3. Masukkan kateter foley pelan-pelan melalui serviks dengan menggnakan forsepps DTT. Pastikan ujung kateter telah melewati ostium uteri internura.
4. Gabungkan balom kateter dengan memasukkan 10 ml air.
5. Gulung sisa kateger dan letakkan di vagina.
6. Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul konstraksi uterus atau sampai 12 jam.

7. Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter, kemudian lanjutkan dengan infus oksitosin.